Senin, 08 Juli 2013

Dilema Ibu Bekerja

Diposting oleh elda utami di 09.38 1 komentar
Mencoba menekuni dunia tulis menulis, setelah sekian lama disibukkan oleh masalah rutin yang kian hari kian bertumpuk...

Curhat saya kali ini adalah tentang Ibu Bekerja dan keluarga yang tidak berkonsep.
Mungkin, ibu-ibu bekerja yang lain pun akan menghadapi masalah yang sama, dilema yang sama, dan pada akhirnya mengambil keputusan berbeda, sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Pertimbangan suami, keluarga besar, dan masa depan anak.

Mengingat kembali masa kecil saya, bagaimana orang tua dulu sangat berhati-hati dalam mendidik anak-anaknya, mulai dari sajian makanan yang segar dan tidak berpengawet, rizki yang halal, dan rutinitas harian yang sangat sarat dengan pendidikan agama. Sedangkan melongok kembali agenda harian yang saya terapkan untuk anak saya, berangkat pagi-pagi (bersamaan dengan mengantar anak ke sekolah), dan pulang mendekati waktu Isya. Pendidikan sebagian besar dipercayakan pada sekolah tempat anak menghabiskan hari-harinya. Berharap anak-anak kita kelak akan menjadi insan yang bermanfaat bagi sekitar.

Ada banyak alasan yang bisa saya ceritakan mengenai pilihan saya menggunakan jasa sekolah fullday (bukan sekedar penitipan anak), antara lain adalah:
1. Visi dan misi yang jelas. Sekolah tersebut menerapkan standar pengasuhan yang jelas dan terarah. Bahwa pendidikan tidak didapatkan melalui paksaan. Bahwa bermain pun akan menjadi sarana yang menyenangkan untuk transfer ilmu. Bahwa ilmu paling dasar yang harus dimiliki setiap anak adalah bisa mandiri. Dan TV bukanlah sarana untuk menyampaikannya.
2. Kualitas guru yang dijaga. Bukan sekedar pencari kerja yang mengisi waktu luangnya untuk menjaga anak-anak kita, tapi lebih kepada pribadi-pribadi yang menyukai waktunya terisi dengan gelak canda, bahkan lebih sering tangis anak-anak. Mereka menyadari sepenuhnya, bahwa anak-anak itulah investasi akhirat kita kelak.
3. Fleksibilitas. Kenapa saya memasukkan kriteria ini, karena saya sendiri merasakan sebagai seorang wanita pekerja, kadang saya mengalami kesulitan untuk mengikuti jadwal yang terlalu ketat atau terkesan mendadak. Ketika tiba-tiba mendekati waktu pulang, terpaksa mendapatkan setumpuk pekerjaan yang harus segera diselesaikan, mau tidak mau saya membutuhkan kelonggaran hati dan waktu mereka.
4. Makanan yang sehat. Sampai dengan saat ini, usia anak saya hampir 3 tahun, tetapi sama sekali tidak tertarik dengan makanan-makanan ber-MSG. Alhamdulillah, berkat snack harian yang selalu bervariasi dan tidak pernak menyajikan makanan ringan, saya lebih santai ketika melenggang di deretan rak jajanan ketika berada di pasar swalayan.

Banyak teman yang menanyakan, mengapa saya bisa setega itu menyekolahkan anak saya sejak masih kecil. Saya hanya bisa tersenyum dan menjawab dalam hati, mengapa mereka begitu tega meninggalkan anak-anak mereka di rumah dengan pembantu tanpa pengawasan sama sekali? Tidakkah mereka akan menyesal suatu saat kelak, ketika semuanya sudah terlambat?

Di negara maju, menyekolahkan anak bukanlah hal yang aneh. Dan tidak memiliki pembantu adalah hal yang biasa. Jadi, menurut saya, semuanya sangat mungkin untuk dijalani. Ketika semua kebutuhan anak kita cukupi sendiri, Insya Allah bonding kita dengan anak-anak akan semakin kuat, karena menurut saya menjaga bonding itu tidak cukup sampai kita menggenapkan ASI hingga 2 tahun.

Terlepas dari semua itu, saya percaya sepenuhnya, bahwa kekuatan terbesar yang saya miliki sebagai seorang ibu adalah doa. Semoga kita bisa memanfaatkan peran kita sebagai Ibu untuk menyiapkan masa depan (dunia dan akhirat) anak-anak kita dengan sebaik-baiknya. Amin.
 

rumahku sekolahku... Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Emocutez